Kawans,
Posting berikut adalah pengantar dari buku In Defense of Lost Causes (Verso, 2008), buku pertama dari ’trilogi’ karya Komunis Zizek, IDoLC, First as Tragedy Then as Farce, dan ditutup dengan Living in the End Times (lantas dilengkapi dengan mengedit dan menulis satu artikel di buku keroyokan The Idea of Communism).
Ada banyak hal yang, bagi saya, sangat menarik dari buku ini; pertama, Zizek untuk kali pertama dengan sistematis menjelaskan tentang gagasan Komunisme apa yang selama ini dia anut; kemudian, Zizek juga secara sistematis menggugat perkembangan pemikiran postmodern dan poststrukturalis yang telah mengebiri subyek; berikutnya Zizek juga memulihkan konsepsi totalitarianisme dan teror populis sebagai sesuatu yang tidak serta-merta horor dan kekerasan; dan ditutup dengan sebuah strategi yang cukup sistematis, tentang apa yang harus dilakukan oleh subyek emansipatoris untuk memulihkan Cita-cita yang kalah, yaitu cita-cita Komunis.
Sedangkan dalam hal yang trivial, buku ini juga memicu banyak kontroversi dengan gambar sampul yang ‘mengundang’ memori horor dari teror populis akibat Revolusi Prancis, yaitu sebuah gambar Guillotine, dan memiliki sentuhan yang sangat personal, yaitu baris persembahan bagi ‘fellow traveller’ [rekan pengelana] Alain Badiou:
Zizek dan Badiou dalam sebuah ceramah bersama |
Suatu ketika, Alain Badiou duduk diantara peserta di dalam sebuah ruangan dimana saya sedang memberikan ceramah, ketika ponsel-nya (yang membuat saya semakin malu, ponsel itu adalah punya saya yang saya pinjamkan ke dia) tiba-tiba berbunyi dengan nyaring. Bukannya mematikan ponsel itu, dia dengan sopan meminta saya untuk bicara lebih pelan, supaya dia bisa mendengar suara penelepon itu dengan lebih jelas...Kalau ini bukan bentuk pertemanan sejati, berarti saya tidak tahu apa itu pertemanan. Maka, buku ini saya dedikasikan untuk Alain Badiou.